Penentuan Idul Adha (10 Dzulhijjah)
bergantung pada penentuan awal bulan Dzulhijjah. Dalam hal ini para fuqaha
sepakat, bahwa penentuan awal bulan Dzulhijjah hanya didasarkan pada rukyatul
hilal saja, bukan dengan hisab.
Ketentuan ini
berdasarkan dalil - dalil sbb:
1. Firman
Allah swt.
2. فَمَنْ
شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“…Barangsiapa di antara kalian yang
melihat hilāl bulan (Ramadhan) maka berpuasalah…”. (QS. Al Baqoroh: 185)
3. Sabda
Rosulullah saw:
إِذَا رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَصُومُوا
وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلَاثِينَ
يَوْمًا
"Jika
kalian telah melihat hilāl, maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya
kembali, maka berpuasalah. Namun, bila bulan itu tertutup dari pandangan kalian
(karena awan), maka berpuasalah sebanyak tiga puluh hari." HR. Bukhari, kitab : Ṣiyām, bab : qaulu
an-Nabī, “Idha raiatum al-hilāl faṣūmū…”, no : 1863 ; dan Muslim, kitab :
Ṣiyām, bab : wujūbu Ṣaumi Ramaḍān liru’yati al-hilāl…, no : 1080
لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا
الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ
فَاقْدِرُوا لَهُ
"Janganlah
kalian berpuasa hingga kalian melihat hilāl dan jangan pula berbuka hingga
melihatnya (terbit) kembali. Namun, jika bulan itu tertutup dari pandanganmu,
maka hitunglah." HR Muslim, kitab : Ṣiyām, bab : wujūbu
Ṣaumi Ramaḍān liru’yati al-hilāl…, no : 1080
Hadits dari Husain bin Al-Harits
Al-Jadali RA, dia berkata,“Amir (penguasa) Makkah berkhutbah kemudian dia
berkata,”Rasulullah telah berpesan kepada kita agar kita menjalankan manasik
haji berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan ada dua orang
saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik haji
berdasarkan kesaksian keduanya.”
Berdasarkan hadits-hadits tsb lahirlah ijma’ ulama bahwa hisab
astronomis (al-hisab al-falaki) tidak boleh dijadikan sandaran untuk
menentukan masuknya awal bulan Qamariyah. Ijma’ ini telah diriwayatkan oleh
Ibnu Mundzir, Ibnu Taimiyah, Abul Walid al-Baji, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi, Ibnu
Hajar, Al-‘Aini, Ibnu Abidin, dan Syaukani. (Majmu’ al-Fatawa,
25/132; Fathul Bari, 4/158; Tafsir al-Qurthubi,
2/293; Hasyiyah Ibnu Abidin, 3/408; Bidayatul Mujtahid,
2/557).
Penentuan masuknya bulan Ramadhan dan
Syawwal adalah dengan ru’yah hilāl, atau bisa juga dengan kesaksian orang yang
telah menyaksikan hilāl Ramadhan atau Syawwal dan dia telah memiliki ahliyah dalam memberikan kesaksian, atau bisa
juga dengan wasilah yang lain berdasarkan ilmu yaqini atau gholabatidz
dzon seperti setelah
lengkapnya bulan Sya’ban selama 30 hari untuk penetapan bulan Ramadhan, atau
lengkapnya bulan Ramadhan selama 30 hari untuk penentuan bulan Syawwal.
Meskipun dalam
dalil – dalil tersebut di atas secara tersurat berlaku untuk bulan Romadhon dan
Syawal, namun sesungguhnya hal itu menunjukkan bahwa dalam menentukan tanggal
untuk bulan-bulan hijriyah adalah dengan ru’yatul hilal, maka dalil-dalil
tersebut berlaku juga untk bulan-bulan yang lainnya termasuk bulan Dzul Hijjah.
Hal Ini ditegaskan oleh Syaikh Abdul
Majid al-Yahya dalam kitabnya Atsar Al-Qamarain fi Al-Ahkam Al-Syar’iyah,”Tak
ada khilafiyah di antara fuqaha, bahwa rukyatul hilal adalah standar/patokan
dalam penentuan masuknya bulan Dzulhijjah….” (Abdul Majid al-Yahya,Atsar
Al-Qamarain fi Al-Ahkam Al-Syar’iyah, hal. 198).
Sabda Rosulullah saw:
«اَلْحَجُّ عَرَفَةُ»
Ibadah haji adalah (wukuf) di Arafah.(HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, al-Baihaqi,
ad-Daruquthni, Ahmad, dan al-Hakim. Al-Hakim berkomentar, “Hadits ini sahih,
sekalipun beliau berdua [Bukhari-Muslim] tidak mengeluarkannya.”).
«فِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ
تُضَحُّوْنَ، وَعَرَفَةُ يَوْمَ تُعَرِّفُوْنَ»
Hari Raya Idul Fitri kalian adalah hari
ketika kalian berbuka (usai puasa Ramadhan), dan Hari Raya Idul Adha kalian
adalah hari ketika kalian menyembelih kurban, sedangkan Hari Arafah adalah hari
ketika kalian (jamaah haji) berkumpul di Arafah.(HR as-Syafii dari ‘Aisyah, dalam al-Umm, juz
I, hal. 230).
Husain bin al-Harits al-Jadali berkata,
bahwa Amir Makkah pernah menyampaikan khutbah, kemudian berkata:
«عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ e أَنْ
نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا
بِشَهَادَتِهِمَا»
Rasulullah saw. telah berpesan kepada
kami agar kami menunaikan ibadah haji berdasarkan ru’yat (hilal Dzulhijjah).
Jika kami tidak bisa menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang
menyaksikannya), maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian
mereka.(HR Abu Dawud,
hadits no 2339. Imam Daruquthni berkata,”Hadits ini isnadnya muttashil dan
shahih.” Lihat Sunan Ad-Daruquthni, 2/267. Syaikh Nashiruddin
Al-Albani berkata,”Hadits ini shahih.” Lihat Nashiruddin Al-Albani, Shahih
Sunan Abu Dawud, 2/54).
Hadits-hadits tersebut menjelaskan bahwa:
Pertama, bahwa pelaksanaan ibadah haji harus didasarkan kepada hasil
ru’yat hilal 1 Dzulhijjah, sehingga kapan wukuf dan Idul Adhanya bisa
ditetapkan.
Kedua, pesan Nabi saw kepada Amir Makkah, sebagai penguasa
wilayah, tempat di mana ibadah haji dilaksanakan, untuk melakukan ru’yat;
jika tidak berhasil, maka ru’yat orang lain, yang menyatakan kesaksiannya
kepada Amir Makkah. Berdasarkan ketentuan ru’yat global, yang dengan kemajuan
teknologi informasi dewasa ini tidak sulit dilakukan, maka Amir Makkah berdasar
informasi dari berbagai wilayah Islam dapat menentukan awal Dzulhijjah, Hari
Arafah dan Idul Adha setiap tahunnya dengan akurat. Dengan demikian kesatuan
umat Islam, khususnya dalam ibadah haji dan pelaksanaan ‘Iidain dapat
diwujudkan.
Kesimpulan: Penentuan awal Dzul Hijjah, hari ‘Arofah
dan ‘Iedul Adhha adalah dengan ru’yatul hilal.
Wallahu A’lam bish Showab.
Semoga artikel ini dapat menambah pengetahuan
kita mengenai Penentuan Idul Adha
Sekian, terima kasih telah berkunjung
wassalamua'laikum warahmatullah hi wabarakatuh
Terima Kasih, sangat membantu....
ReplyDeleteiya sama - sama
Delete